Pages

Wednesday, January 23, 2013

Not Only...But Also...


Not Only...But Also...

Tak pernah terbayang olehku jika seseorang yang aku kagumi  meninggalkanku. Dia adalah orang yang kali pertama dapat membuatku kagum. Bodohnya aku, sampai saaat ini, aku belum tahu namanya. Pertemuanku dengannya selalu diwarnai dengan kejadian yang memalukan.
 Entah bagaimana awalnya aku dapat mengagumi seorang laki-laki  lebih dari aku mengagumi seorang aktor Taiwan, aku hanya tahu dia sangat berbeda dari kebanyakan laki-laki. Dia adalah seorang yang sangat baik, lembut, supel, dan sopan. Setelah aku bercerita kepada Arta tentang hal tersebut, Arta sampai tekejut dibuatnya, dia tidak percaya seorang Lily pernah mengagumi seorang laki-laki sampai sekarang? Arta malah menjadikan ceritaku ini sebagai bahan untuk menulis cerpennya. Dasar penulis mania.
Hahaha….  Lucu juga kalau dingat, aku adalah orang terkenal tidak mudah mengagumi bahkan mencintai seseorang, aku pun adalah orang yang pendiam serta tidak suka menceritakan hal pribadi kepada orang lain kecuali kepada teman dekatku,Arta karena aku takut mereka tidak akan menepati janji – tidak akan mengatakan rahasia itu kepada orang lain.
Sebut saja Mas Boy - panggilan yang kuberikan untuknya. Mas Boy adalah seorang siswa salah satu SMK di kotaku. Dia adalah seoarang anak yang tinggal di rumah gurunya yang bernama Bu Atik dan kebetulan Bu Atik adalah tetanggaku. Kalau zaman sekarang, Bu Atik bisa disebut orang tua asuh dari Mas Boy. Pertama kali aku bertemu dengan Mas Boy adalah ketika aku akan berangkat ke sekolah, kebetulan hari itu aku bangun kesiangan sehingga aku terburu-buru untuk berangkat sekolah. Karena sangat tergesa-gesa, aku tidak tahu apa yang ada disekelilingku, sampai-sampai aku tesandung batu yang cukup besar dan aku terjatuh persis di depan Mas Boy yang juga akan berangkat ke sekolah. Mas Boy yang melihatku terjatuh, langsung menolongku tanpa berpikir panjang, dia langsung mengulurkan tangannya bermaksud membantuku berdiri namun aku tidak menyambutnya.
“ Maaf, kita bukan mukhrim. Saya bisa berdiri sendiri, terima kasih atas pertolongannya ”
Mas Boy yang mendengar kata-kata itu langsung menarik tangannya dan meminta maaf padaku ,” Oh, maaf saya kira kamu butuh bantuan. “
“  Eh maaf saya terburu-buru udah telat nih. Sekali lagi terima kasih ya.”, aku mengatakannya dengan tergesa-gesa. Aku segera berlari karena takut terlambat, mana aku tidak diantar kakakku terpaksa aku naik angkutan umum untuk berangkat ke sekolah
Untunglah, aku belum terlambat. Aku  masuk ke kelas dan duduk di samping Arta.
“ Eh Lily, pasti sebentar lagi bel. Hahaha…!”, kata Arta dengan nada mengejek.
“ Tet…. Tet…. Tet…. “, bel  tanda jam pelajaran pertama dimulai sudah berbunyi.
“ Tu kan benar?”, Arta berbicara sambil menunjuk mukaku.
“Ini tempat pensil kalau kena kepala kayaknya sakit ya ?”, kataku sambil mengeluarkan tempat pensil dari tasku.
“ Iya iya, aku kan cuma bercanda.” , Arta berkata sambil memegang bahuku – mencoba menenangkan. “Eh, udah ada Pak Mahmud tuh !”,

“ Tet….Tet….Tet….”, bel tanda pelajaran telah selesai sudah berbunyi,senang rasanya bisa langsung pulang ke rumah. Biasanya jam 16.00 baru pulang karena mengerjakan tugas. Seperti biasa, aku pulang bersama Arta karena jalur angkutan umum yang kami naiki sama walaupun kami tidak turun di tempat yang sama.  Sejak Arta pindah ke rumah neneknya, Arta jadi turun lebih awal daripada aku. Padahal, dulu aku yang turun lebih awal daripada Arta. Kadang-kadang aku merasa kesepian karena tidak ada Arta untuk diajak mengobrol di dalam angkot.

“ Uh, akhirnya sampai rumah juga. “, kataku sambil meletakan tas dan kemudian membaringkan tubuhku ke tempat tidurku yang empuk. Tak terasa aku ketiduran karena kecapaian. Untung saja Ibuku membangunkanku untuk beribadah kalau tidak bisa berlanjut nih tidurnya. Hehehe….
“ Eh Lily, bantu Ibu membuat kue ya?
“ Tumben, Ibu membuat kue. Memangnya ada acara apa sih?
“ Enggak, cuma buat tetangga baru kita, Bu Atik, sekalian silaturahmi kan?
“ Oh, ada tetangga baru ya? Aku malah nggak tahu.”
“ Ah kamu itu. Kapan kamu mau keluar dan beramain dengan teman-teman sebayamu? Kerjamu cuma di rumah dan membaca buku.”
“ Ibu, maklumilah anakmu ini.”
“ Eh… ?”
Akhirnya kue sudah matang. Sebelum membungkusnya, aku menunggu kue sampai dingin sambil mengkhayal. Maklumlah aku ini gadis pengkhayal. Setelah kuenya dingin, aku membungkusnya dan memakai jilbab.
“Tok…Tok…Tok….”, aku mengetuk pintu sekuat tenaga sampai tanganku memerah.
Terdengar suara berat dan langkah kaki dari dalam rumah. Seseorang yang mempunyai berat itu segera membuka pintu.
“ Eh, ada tamu. Hmm…. Bukannya kamu cewek yang jatuh tadi pagi ya?”
“ Hehehe…. Iya bukan ya?”, pipiku pasti memerah karena malu.
“ Sudahlah, silakan masuk., kata Mas Boy sambil membuka lebar pintu yang tadinya setengah terbuka. “ Silakan duduk, sebentar ya saya panggil Ibu dulu. Mau minum apa?”
“ Eh nggak usah repot-repot saya cuma sebentar kok!”
“ Eh Lily putri Bu Astrid. Ada apa ya?”, Bu Atik tersenyum kepadaku.
“ Ini Bu ada kue dari Ibu. ”
“Eh kok repot-repot, terima kasih.”
“ Iya sama- sama Bu. O ya Bu, saya mau pamit.
“ Kok terburu-buru sih ? Kapan-kapan main ke sini lagi ya?”
“Iya Bu. Permisi Bu.”
“Ya mari.”

Kesokan harinya, aku juga bangun kesiangan seperti kemarin . Seperti biasa, aku berlari untuk berangkat ke sekolah untunglah, tidak jatuh seperti kemarin. Aku tidak memperhatikan keadaan di sekitarku, ada apa , ada siapa, tak kuhiraukan, kecuali kendaraan yang berisik dibelakangku. Sampai di sekolah ya sama saja, aku selalu menjadi tanda kalau bel akan berbunyi. Pelajaran di sekolah terasa sangat lama dan membosankan hari ini. Aku berpikir mengapa hidupku begini-begini aja ya? Berangkat sekolah, belajar, megerjakan tugas, tidur, besoknya itu lagi, dan selalu begitu. Bosan dengan hidup yang seperti itu, seperti tak ada warna yang menghiasi hidupku. Apalah….
Sore harinya, aku disuruh Ibuku membawa radio kesayangannya ke tukang reparasi untuk dibenarkan. Aku langsung menuju ke tempat reparasi yang tekenal baik di ujung jalan. Sesampainya di sana, aku lansung disambut oleh wajah yang tak asing algi bagiku – wajah yang kutemui kemarin. Aku malu dibuatnya.
“ Wah ternyata dunia ini sempit ya?”
“ Iya, kita kan masih di satu daerah pasti kita sering bertemu.”
“ Tidak, ini adalah sebuah kebetulan.”
“ Kebetulan apa? Aku tak percaya sama yang namanya kebetulan.”
“ Benarkah?”, mata Mas Boy menatap tajam mataku. Aku langsung menundukkan pandanganku.
“ Eh sudahlah. Mana tukang reparasinya?”
“ Di depan kamu.”
“ Mana?”
“ Aku .”
“ Oh kamu. Ini, tolong ya? Kira-kira berapa jam ya memperbaikinya?”
“ Ah, cuma 30 menit. Mau ditunggu?”
“ Boleh lah, daripada di rumah nggak ada kerjaan.”

Setelah 30 menit berlalu, akhirnya radio kesyangan Ibuku sudang selesai diperbaiki. Baru kali ini aku tidak bosan jika menunggu. Aku diajak mengobrol oleh Mas Boy, mulai dari mengobrol tentang sekolah hingga kesukaan masing-masing dari kami. Senang sekali rasanya diajak ngobrol Mas Boy karena dia seperti Arta yang nyambung jika diajak ngobrol. Setelah selesai, aku langsung pulang karena ditelpon oleh Ibu disuruh cepat-cepat pulang karena ada suatu hal. Aku memberikan uang kepada Mas Boy namun Mas Boy menolaknya dengan alasan untuk pelanggan terakhir hari ini. Tanpa berpikir panjang, aku langsung memasukkan uang kembali ke sakuku. Aku mengucapkan terima kasih dan berlari menuju rumah. Aku akan berhati-hati kali ini namun kejadian kemarin tak terhindarkan – aku jatuh lagi. Cerobohnya aku, kali ini sampai kakiku terkilir. Mas Boy melihatnya dan segera menolongku mamun segera aku menolaknya dengan alasan yang sama - bukan mukhrim. Aku mencoba berdiri, Mas Boy tetap memandangiku dengan tatapan yang aneh karena menahan tawa.
“ Aduh, kakiku sakit !”, aku mencoba berdiri namun aku tak kuat, sepertinya kakiku terkilir.
“ Udah deh nggak usah pakai “menggayaisme”. Sini aku tolong. Mau nggak?”
Aku diam saja pada waktu Mas Boy memapahku dan membantuku duduk di kursi. Mas Boy bermaksud untuk mengantarku karena tak mungkin aku pulang berjalan kaki dengan keadaan seperti ini. Dia langsung membenahi dan memasukkan peralatan kerjanya.  Setelah itu, dia memapahku untuk naik ke motornya. Entah apa yang aku rasakan, melihatnya lebih dekat membuat jantungkku berdegub kencang. Aku khawatir dia dapat merasakannya. Sesampainya di rumah, Mas Boy membantuku turun dan memapahku sampai ke ruang tamu. Ibu yang melihat keadaanku yang seperti itu, sangat terkejut ingin marah namun juga kasihan melihat putrinya kesakitan.
“ Lily tidak apa-apa kok. Cuma terkilir. Nanti Lily ceritakan.”
“ Makasih ya Nak telah mengantar Lily sampai ke rumah.”, kata Ibuku dengan mata yang berbinar-binar
“ Sama-sama Bu. O ya bu saya langsung pamit ya karena masih ada pekerjaan. Cepat sembuh Lily, duluan ya ? Mari Bu!”
Aku hanya mengangguk karena masih malu karena terjatuh dan merepotkan Mas Boy.
Sejak saat itulah aku dekat dengan Mas Boy. Mas Boy sering datang ke rumahku untuk sekedar mendengarkan curhatku yang membosankan. Awalnya hanya perasaan simpati namun lama kelamaan menjadi perasaan kagum. Ini adalah kali pertama aku kagum dengan seorang laki-laki. Sampai suatu saat, Mas Boy tak pernah datang ke rumahku dan aku tak pernah melihat dia keluar dari rumah untuk berangkat ke sekolah. Aku merasa kesepian karena tak ada Mas Boy – tak ada seorang teman laki-laki yang siap mendengar curhatanku. Aku tak tahan lagi dan hari itu juga aku datang ke rumah Bu Atik untuk menanyakan keberadaan Mas Boy. Setelah mendengar Mas Boy telah pulang ke kampung halamannya, perasaanku hancur, dadaku sesak seperti orang yang kehabisan napas.
Sejak Mas Boy pergi dari kehidupanku, warna kehidupanku seakan lenyap, kehidupan terasa membosankan seperti sebelum Mas Boy datang ke kehidupanku. Aku rindu Mas Boy. Aku menyadari keberadaan Mas Boy sangat berarti bagiku. It must have been love - yang dahulu tenyata namanya cinta - aku baru menyadarinya sekarang, setelah Mas Boy pergi. Aku tetap berharap dapat bertemu Mas Boy suatu hari nanti.
“Kemarau sepanjang tahun dihapus hujan sehari ”, itulah peribahasa yang cocok bagiku.  Walaupun begitu, life must go on, aku tidak menyesal dengan diriku sendiri.
separador

0 comments:

Post a Comment

Total Pageviews

Categories

Followers