Pages

Friday, January 25, 2013

Hikmah Maulid Nabi Muhammad SAW


HIKMAH MAULID NABI MUHAMMAD SAW
MAKALAH

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Beberapa hari yang lalu umat Islam mempengeringati kelahiran Nabi Muhammad SAW, hari Maulid Nabi.Banyak umat Islam yang memperingatinya namun tak tahu apa makna dan dan hikmahnya.Mereka melakukan hal tersebut untuk formalitas belaka.Menurut pandangan Islam, hal tersebut sangat tak patut kerena sama saja meremehkan Rasulullah. Semasa hidup beliau, Rasulullah tidak pernah merayakan hari kelahiranya namun karena banyak orang yang mencintai Rasulullah hari itu dirayakan karena untuk mengenang perjuangan Rasulullah dalam menyeberkan umat Islam.Semakin hari, semakin banyaklah pengikut Rasulullah dalam menegakkkan ajaran Islam tradisi perayaan hari kelahiran beliau pun terus berlanjut.
Peringatan Maulid Nabi tidak hanya diperingati orang yang mencintai Rasul saja oranmg Islam yang mengaku Islam namun tidak mengetahui beliau juga merayakannya.Hari kelahiran tersebut suatu peristiwa yang sangat bersejarah menut Islam walaupun begitu,hari kelahiran Rasulullah dirayakan dengan menceritakan kembali bagaimana beliau menyebarkan agama Islam pada masa itu melalui berbagai pengajian dan ceramah agar orang Islam yang tadinya tidak mengetahui siapa N\abi Muhammad SAW itu mengetahui dan mencintai beliau dan orang Islam yang sudah mencintai beliau lebih mencintai beliau.Mencintai yang dimaksud adalah mengetahui siapa Rasulullah itu.
1.2.Tujuan
Berdasarkan judul dan latar belakang masalah maka tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui siapa itu Rasulullah dan merayakan Maulid Nabi menurut pandangan Islam.Makalah ini juga bertujuan untuk  menambah pengetahuan dan perkembangan umat Islam.
1.3.Manfaat
Berdasarkan judul,latar belakang masalah masalah,dan tujuan pembuatan makalah maka manfaat dari makalah ini adalah untuk mengetahui sejauh mana perkembangan umat Islam khususnya dalam perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW.
1.4.Metode
Berdasarkan judul,latar belakang masalah,tujuan dan manfaat pembuatan makalah maka metode yang digunakan penulis untuk membuat makalh ini adalah metode studi pustaka dari berbagai bahan bacaan di internet.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Kelahiran Nabi Muhammd SAW
Nabi Muhammad lahir pada 12 rabiul awal tahun gajah.Saat Nabi lahir banyak kejadian-kejadian diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Di langit muncul bintang namanya Najmu Ahmad (Bintang Ahmad).Ini adalah satu tanda dalam kitab Taurat.Di taurat juga disebutkan,maka akan muncul bintang di langit.Bintang itu dinmakan oleh orang Yahudi sebagai Najmu Ahmad.Melihat munculnya Bintang Ahmad,orang Yahudi tahu bahwa saat itu ada seorang Nabi lahir dan ternyata Nabi Muhammad.Mereka mengininkan orang yang menjadi Nabi adalah dari golongan mereka setelah nabi lahir ternyata dari golongan Arab dan orang-orang membencinya.
2.      Selama mengandung Muhammad, ibunya,Aminah tifak merasa leah sedikit pun.Ia merasa tidak seperti sedang mengandung dan ketika tiba saatnya Muhammad lahir Aminah pun tidak merasakan sakit.
3.      Ketika lahir,tali pusar Rasulullah sudah terpotong dan ada riwayat yang menceritakan kertika Rasulullah lahir di duduk seperti sedang sujud namun kepala melihat ke langit seta ia bersandar di tangannya.
4.      Pada masa itu,api yang disembah-sembah oleh orang-orang Majusi api yang katanya tidak peranah padam ketika Nbi lahir api itu padam.
5.      Ada 14 patung IOstana Kisra Persia jatuh tiba-tiba.Para tetua di kelompok tersebut mengatakan bahwa telah lahir seorang Nabi yang nantinya bersama para pengikut ajarannya akan membunuh 14 orang raja dari turunan Persia.
Selain kejadian  saat Rasulullah lahir ada juga kejadian setelah beliau lahir yaitu sebagai berikut:
1.      Ketika Rasullah lahir baliau sudah tidak membili ayah.Allah menjdikan beliau yatim karena Allah ingin memndidiknya secara langsung sehingga tidak ada orang yang beranggapan bahwa Muhammad SAW manjadiu seorang Rasulullah karena didikan orang tuannya.
2.      Ketika Rasulullah masih bayi beliau disusui oleh haliamh Sya’diyah.Halaimah Sya’diyah yang tadinya hidup miskin dan sengsarasui dan mengasuh Rasulullah keluarganya menjadi makmur dan tercukupi.



2.2.Sejarah Adanya Maulid Nabi Muhammad SAW

Maulid Nabi Muhammad SAW  kadang-kadang Maulid Nabi atau Maulud saja (bahasa Arab : mawlidun-nabi), adalah peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW, yang di Indonesia perayaannya jatuh pada setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam penanggalan Hijriyah.
Kata maulid atau milad dalam bahasa Arab berarti hari lahir. Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad wafat. Secara subtansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad.
Perayaan Maulid Nabi diperkirakan pertama kali diperkenalkan oleh Abu Said al-Qakburi, seorang gubernur Irbil, di Irak pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138-1193).
Adapula yang berpendapat bahwa idenya justru berasal dari Sultan Salahuddin sendiri. Tujuannya adalah untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, serta meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat itu, yang sedang terlibat dalam Perang Salib melawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya memperebutkan kota Yerusalem dan sekitarnya.
Dalam catatan historis, Maulid dimulai sejak zaman kekhalifahan Fatimiyah di bawah pimpinan keturunan dari Fatimah az-Zahrah, putri Muhammad. Perayaan ini dilaksanakan atas usulan panglima perang, Shalahuddin al-Ayyubi (1137M-1193 M), kepada khalifah agar mengadakan peringatan hari kelahiran Muhammad.
Tujuannya adalah untuk mengembalikan semangat juang kaum muslimin dalam perjuangan membebaskan Masjid al-Aqsha di Palestina dari cengkraman kaum Salibis. Yang kemudian, menghasilkan efek besar berupa semangat jihad umat Islam menggelora pada saat itu.
Secara subtansial, perayaan Maulid Nabi adalah sebagai bentuk upaya untuk mengenal akan keteladanan Muhammad sebagai pembawa ajaran agama Islam. Tercatat dalam sepanjang sejarah kehidupan, bahwa nabi Muhammad adalah pemimipn besar yang sangat luar biasa dalam memberikan teladan agung bagi umatnya.
Perayaan Maulid dibeberapa daerah sudah menjadi tradisi, bahkan ada yang mengarah ke praktik syirik dengan mengadakan sesajian, berkurban untuk alam, laut misalkan, pemubadziran makanan atau harta, ikhtilath atau campur baur laki-laki dan perempuan, praktek yang mengancam jiwa dengan berdesak-desakan atau rebutan makanan, dan lainnya yang bertentangan dengan syari’at.Dibalik semua perayaan yang berlangsung tersebut ada hal yang paling penting kita maknai, agar perayaan itu bukan sekedar seremonial belaka.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (iaitu) bagi orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat dan ia banyak menyebut (Nama) Allah." (al-Ahzab: 21)

Sejarah manusia telah melahirkan banyak tokoh hebat yang telah menjadi titik balik suatu perubahan peradaban dan tatanan masyarakat tertentu hingga kemudian layak menjadi idola bagi masyarakat tersebut. Tokoh yang diidolakan ini merupakan unsur vital dari identitas yang paling sejati dari seseorang. Figur idola menjadi miniatur dari idealisme, Pengentalan dari berbagai jalan hidup yang diyakini. Bagaimana pun, sistem keyakinan selalu mengupayakan pengidolaan. Karena tanpa itu, keyakinan akan kehilangan kiblat.

Dalam tradisi Islam, ada budaya perayaan maulid Nabi: event yang dimanfaatkan untuk "menghidupkan" idola lewat pembacaan kembali lembaran-lembaran sejarah Nabi Muhammad. Dalam dunia Islam, Nabi Muhammad mestinya adalah super idol bagi setiap generasi Islam sepanjang zaman. Sayangnya, dalam proses gesekan budaya dan rentang waktu yang panjang, keidolaan Nabi terkadang tereduksi menjadi tokoh non empirik.

Sebagai ritual keagamaan, tradisi maulid memang masih diperdebatkan soal benar-tidaknya; sunnah-bid'ahnya. Perdebatan yang sebenarnya hanya pada level kulit; bentuk dan cara, bukan pada esensi "spiritualitas sejarah" dan "penghadiran ulang ketokohan" yang diupayakan lewat tradisi tersebut. Merayakan maulid Nabi berati berusaha menghadirkan kembali sosok ketokohan beliau dan memperpendek rentang waktu yang ada.

Sebagai sebuah seremonial, peringatan Maulid Nabi memang baru dilakukan pada pertengahan Abad ke-6 Hijriah. Tradisi ini dimulai di Mosul oleh Syaikh Umar bin Muhammad al-Mala, kemudian dikembangkan oleh Muzhaffar al-Din bin Zaynuddin (549-630), penguasa Irbil. Tapi, esensi maulid sebagai penghadiran tokoh sejarah secara praktis sudah sangat mengakar sejak generasi pertama umat Islam. Para sahabat adalah orang-orang yang paling "gemar" menghadirkan sejarah Rasulullah dalam ruang kehidupan mereka, mulai dari urusan rumah tangga sampai masalah politik dan militer.

Kehadiran sejarah Rasulullah menjadi inspirasi paling sempurna bagi seorang muslim dalam menjalani apapun dalam realitas hidupnya. Shalah al-Din al-Ayyubi, panglima agung muslimin dan teman perjuangan Muzhaffar dalam Perang Salib, menggunakan tradisi pembacaan sejarah Nabi sebagai strategi untuk menggedor motivasi pasukannya. Ada sisi-sisi sejarah Nabi yang memberikan gambaran sempurna sebuah jiwa heroik dan ksatria. Maka, al-Ayyubi meletakkan Rasulullah sebagai idola militer tentara melalui tradisi pembacaan sejarahnya.

Upaya al-Ayyubi membangkitkan heroisme muslimin vis a vis Pasukan Salib dalam bentuknya paling suspens. Dan, itu mutlak diperlukan sebagai urat nadi dari sebuah perlawanan dan perjuangan.

Al-Ayyubi memenangkan Perang Salib, mengusir mereka dari Al-Quds dan daerah-daerah muslimin yang lain--mungkin salah satunya berkat pengidolaan sejarah dan motivasi historik yang terus ditanamkan dalam ruang pikiran, jiwa dan pandangan hidup mereka.

Sejarah dibaca memang untuk melahirkan tokoh di masa lampau. Ini menjadi salah satu filosofi dari displin sejarah itu sendiri. Dalam tradisi maulid kita, hal itu sangat kental. Bahkan, tidak hanya melahirkan tapi juga menyegarkan kembali bahwa hanya ada satu tokoh kunci dan super idol dalam keyakinan kita, yakni Nabi Muhammad saw.

Menciptakan idola dari tokoh sejarah adalah hal yang cukup sulit. Tokoh sejarah hanya digambarkan dalam bentuk cerita-cerita, tidak bersentuhan secara empirik dengan realitas yang sedang kita alami. Gambaran dalam sejarah tidak sekongkrit ketika seseorang secara langsung bertemu atau merasakan sendiri bagaimana sepak terjang tokoh itu. Diperlukan penciptaan momen yang tepat agar sejarahnya hadir, menyentuh dan meninggalkan pengaruh semi-empirik terhadap seseorang.

Di sinilah, peringatan sejarah secara serentak seperti Maulid Nabi menemukan urgensitasnya yang paling esensial. Seseorang lebih mudah mencintai ayah, ibu, saudara atau temannya daripada mencintai Rasulullah, karena ada interaksi langsung dengan mereka. Lebih mudah mengidolakan tokoh yang berada di sekeliling kita daripada mengidolakan tokoh sejarah seperti Rasulullah saw. Kita bisa bersentuhan langsung dengan kiprah dan kepribadian orang-orang yang berada di sekeliling kita. Mereka lebih mudah mengisi ruang pikiran dalam hidup kita daripada tokoh sejarah.

Sulitnya menghadirkan tokoh sejarah di detak dada, diakui oleh Rasulullah sendiri. Beliau memberikan posisi istimewa untuk orang-orang yang mempercayai beliau padahal mereka tidak pernah melihat beliau. "Mereka saudara-saudaraku," sabda beliau dalam sebuah hadits. Untuk para shahabat di sekelilingnya, Rasulullah tidak menyebut mereka "saudara", tapi "teman".

Keyakinan terhadap tokoh sejarah menjadi salah satu bagian paling inti dari agama. Dalam al-Durr al-Mantsur, al-Suyuthi menyebutnya sebagai keimanan terhadap al-ghayb dalam arti tidak hadir dalam realitas hidup. Kepercayaan terhadap al-ghayb ini merupakan point pokok dari religiusitas seseorang.

2.3.Hikmah Maulid Nabi Muhammad SAW

Dalam konteks ini, Maulid harus diartikulasikan sebagai salah satu upaya transformasi diri atas kesalehan umat. Yakni, sebagai semangat baru untuk membangun nilai-nilai profetik agar tercipta masyarakat madani (Civil Society) yang merupakan bagian dari demokrasi seperti toleransi, transparansi, anti kekerasan, kesetaraan gender, cinta lingkungan, pluralisme, keadilan sosial, ruang bebas partisipasi, dan humanisme.
Dalam tatanan sejarah sosio antropologis Islam, Muhammad dapat dilihat dan dipahami dalam dua dimensi sosial yang berbeda dan saling melengkapi.
Pertama, dalam perspektif teologis-religius, Muhammad dilihat dan dipahami sebagai sosok nabi sekaligus rasul terakhir dalam tatanan konsep keislaman. Hal ini memposisikan Muhammad sebagai sosok manusia sakral yang merupakan wakil Tuhan di dunia yang bertugas membawa, menyampaikan, serta mengaplikasikan segala bentuk pesan “suci” Tuhan kepada umat manusia secara universal.
Kedua, dalam perspektif sosial-politik, Muhammad dilihat dan dipahami sebagai sosok politikus andal. Sosok individu Muhammad yang identik dengan sosok pemimpin yang adil, egaliter, toleran, humanis, serta non-diskriminatif dan hegemonik, yang kemudian mampu membawa tatanan masyarakat sosial Arab kala itu menuju suatu tatanan masyarakat sosial yang sejahtera dan tentram.
Tentu, sudah saatnya bagi kita untuk mulai memahami dan memperingati Maulid secara lebih mendalam dan fundamental, sehingga kita tidak hanya memahami dan memperingatinya sebatas sebagai hari kelahiran sosok nabi dan rasul terakhir yang sarat dengan serangkaian ritual-ritual sakralistik-simbolik keislaman semata, namun menjadikannya sebagai kelahiran sosok pemimpin.
Karena bukan menjadi rahasia lagi bila kita sedang membutuhkan sosok pemimpin bangsa yang mampu merekonstruksikan suatu citra kepemimpinan dan masyarakat sosial yang ideal, egaliter, toleran, humanis dan nondiskriminatif, sebagaimana dilakukan Muhammad untuk seluruh umat manusia.
Kontekstualisasi peringatan Maulid tidak lagi dipahami dari perspektif keislaman saja, melainkan harus dipahami dari berbagai perspektif yang menyangkut segala persoalan. Misal, politik, budaya, ekonomi, maupun agama.
Memperingati kelahiran nabi sudah menjadi keharusan bagi kita sebagai rasa tasyakkurkepada jasanya yang tiada tara. Dan mencintai Nabi sepenuh hati adalah suatu hal yang niscaya. Perjuangan tulus serta kesabaran beliau dalam mengangkat harkat dan martabat manusia dan rengkuh jahiliyah menjadi perasasti suci yang tidak boleh kita lupakan. Beliau adalah sosok yang sakral dari dosa, sang pujaan, kekasih dan embun yang diutus ditengah gersangnya kehidupan dan ditenggah carut marut terporak porandanya poralitas manusia.
Maulid nabi muhammad SAW atau molodan sudah menjadi tradisi yang dirayakan oleh umat islam dengan penuh gegap gempita. Dan simbolisasi yang paling melekat dimasyarakat lazim dipenuhi dengan aneka buah-buahan sebagai pengejahantahan rasa syukur atas kehadiran beliau ketengah-ketengah umat manusia dalam menyelamatkan mereka dari peradaban jahiliyah menuju peradaban ilmiyah dan dengan suasana penuh kedamaian, persamaan dan persaudaraan dengan pancaran agama islam.
Idealnya, rasulullah telah mampu mengembalikan kesejatian hidup pada realitas yang sesungguhnya dengan menjadikan umat manusia berakhlak mulia, hal ini sesuai dengan sabdanya, sesunguhnya aku diutus tiada lain hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia    ( H.R. Muslim )
sebenarnya dibalik perayaan itu menyimpan pesan teologis sebagai berkah dan hidayahtoh walaupun perayaan tersebut bersifat cerimonial. Sebab disadari atau tidak persoalan kemiskinan tindak anarkis penguasa dan carut marut moralitas manusia akan lenyap dengan sendirinya jika lantunan shalawatun nabi menjadi pijakan dasar dan tidak sekedar dibaca di Langgar, Musolla dan di Masjid akan tetapi dengan bacaan diba’an diharapkan mampu membaca ulang sejarah perjuangan dan kehidupan beliau dalam menjalani kehidupan yang senantiasa berjuang demi kemaslahatan umat.
Sekali lagi memuliakan kelahiran na
bi tidak cukup dengan memperbanyak puji-pujian seperti apa yang terjadi dimasyarakat sekarang namun yang sangat urgen juga kita harus bisa menjadikan bulan maulid nabi ini sebagai moment strategis untuk introspeksi diri dan hijrah dari yang tidak baik menuju hal-hal yang diridhai-Nya tentunya dengan meneladani segala sifatnya, shiddiq, amanah, tabligh, fathanah demikian juga sabar dan ikhlas dalam beramal. Karena kesuksesan nabi dalam memperjuangkan agama Allah bukan karena ketampanan dan kekayaan yang beliau miliki kecuali karena sifat itu selalu menjadi pijakan dalam hidupnya.
Makna Maulid Nabi yang dalam dunia kita terus diperingati setiap tanggal kelahiran beliau bukan lagi sebuah kesemarakan seremonial, tapi sebuah momen spiritual untuk mentahbiskan beliau sebagai figur tunggal yang mengisi pikiran, hati dan pandangan hidup kita.

Dalam maulid kita tidak sedang membikin sebuah upacara, tapi perenungan dan pengisian batin agar tokoh sejarah tidak menjadi fiktif dalam diri kita, tapi betul-betul secara kongkrit tertanam, mengakar, menggerakkan detak-detak jantung dan aliran darah ini.

Maka seperti al-Ayyubi yang menghadirkan Nabi Muhammad di medan perang kita mesti menghadirkan beliau dalam ruang hidup yang lain. Tidak hanya dalam bentuk cerita-cerita yang mengagumkan, tapi juga semangat keteladanan dalam menjalani realitas hidup ini.


BAB III
PENUTUP

1.3 Simpulan
Berdasarkan pendahuluan dan pembahasan maka simpulan dari pendahuluan dan pembahasan makalh ini adalah banyak cara untuk memperingati hari kelahiran Rasulullah,peringtan ini tidak hanya semata-mata untuk fomalitas saja namun kita harus tahu apa makna sebenarnya diadakannya peringatan tersebut.Hikmah yang dapat diambil dari peringatan Maulid Nabi tersebut adalah kita dapat meningkatkan rasa cinta kita kepada Rasulullah karena kita telah mengenalnya lebih dalam dari sebelumnya,mengenang jasa-jasa dari Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan agama Islam sebagai agama Allah,dan kita dapat meneladani sikap Rasulullah dalam menyebarkan Islam yaitu sabar,tidak pilih kasih,adil,seta selalu setia kepada Allah SWT.


Daftar Pustaka

separador

1 comments:

Panji said...

Infonya menarik

Post a Comment

Total Pageviews

Categories

Followers