HIKMAH MAULID NABI MUHAMMAD SAW
MAKALAH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang Masalah
Beberapa hari yang lalu umat Islam mempengeringati
kelahiran Nabi Muhammad SAW, hari Maulid Nabi.Banyak umat Islam yang
memperingatinya namun tak tahu apa makna dan dan hikmahnya.Mereka melakukan hal
tersebut untuk formalitas belaka.Menurut pandangan Islam, hal tersebut sangat
tak patut kerena sama saja meremehkan Rasulullah. Semasa hidup beliau,
Rasulullah tidak pernah merayakan hari kelahiranya namun karena banyak orang
yang mencintai Rasulullah hari itu dirayakan karena untuk mengenang perjuangan
Rasulullah dalam menyeberkan umat Islam.Semakin hari, semakin banyaklah
pengikut Rasulullah dalam menegakkkan ajaran Islam tradisi perayaan hari
kelahiran beliau pun terus berlanjut.
Peringatan Maulid Nabi tidak hanya diperingati orang
yang mencintai Rasul saja oranmg Islam yang mengaku Islam namun tidak
mengetahui beliau juga merayakannya.Hari kelahiran tersebut suatu peristiwa
yang sangat bersejarah menut Islam walaupun begitu,hari kelahiran Rasulullah
dirayakan dengan menceritakan kembali bagaimana beliau menyebarkan agama Islam
pada masa itu melalui berbagai pengajian dan ceramah agar orang Islam yang
tadinya tidak mengetahui siapa N\abi Muhammad SAW itu mengetahui dan mencintai
beliau dan orang Islam yang sudah mencintai beliau lebih mencintai
beliau.Mencintai yang dimaksud adalah mengetahui siapa Rasulullah itu.
1.2.Tujuan
Berdasarkan judul dan latar belakang masalah maka
tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui siapa itu Rasulullah
dan merayakan Maulid Nabi menurut pandangan Islam.Makalah ini juga bertujuan
untuk menambah pengetahuan dan
perkembangan umat Islam.
1.3.Manfaat
Berdasarkan judul,latar belakang masalah masalah,dan
tujuan pembuatan makalah maka manfaat dari makalah ini adalah untuk mengetahui
sejauh mana perkembangan umat Islam khususnya dalam perayaan Maulid Nabi
Muhammad SAW.
1.4.Metode
Berdasarkan
judul,latar belakang masalah,tujuan dan manfaat pembuatan makalah maka metode
yang digunakan penulis untuk membuat makalh ini adalah metode studi pustaka
dari berbagai bahan bacaan di internet.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Kelahiran
Nabi Muhammd SAW
Nabi Muhammad lahir pada 12 rabiul awal tahun
gajah.Saat Nabi lahir banyak kejadian-kejadian diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Di langit muncul bintang namanya Najmu Ahmad (Bintang
Ahmad).Ini adalah satu tanda dalam kitab Taurat.Di taurat juga disebutkan,maka
akan muncul bintang di langit.Bintang itu dinmakan oleh orang Yahudi sebagai
Najmu Ahmad.Melihat munculnya Bintang Ahmad,orang Yahudi tahu bahwa saat itu
ada seorang Nabi lahir dan ternyata Nabi Muhammad.Mereka mengininkan orang yang
menjadi Nabi adalah dari golongan mereka setelah nabi lahir ternyata dari
golongan Arab dan orang-orang membencinya.
2. Selama mengandung Muhammad, ibunya,Aminah tifak merasa
leah sedikit pun.Ia merasa tidak seperti sedang mengandung dan ketika tiba
saatnya Muhammad lahir Aminah pun tidak merasakan sakit.
3. Ketika lahir,tali pusar Rasulullah sudah terpotong dan
ada riwayat yang menceritakan kertika Rasulullah lahir di duduk seperti sedang
sujud namun kepala melihat ke langit seta ia bersandar di tangannya.
4. Pada masa itu,api yang disembah-sembah oleh
orang-orang Majusi api yang katanya
tidak peranah padam ketika Nbi lahir api itu padam.
5. Ada 14 patung IOstana Kisra Persia
jatuh tiba-tiba.Para tetua di kelompok tersebut mengatakan bahwa telah lahir
seorang Nabi yang nantinya bersama para pengikut ajarannya akan membunuh 14
orang raja dari turunan Persia.
Selain kejadian
saat Rasulullah lahir ada juga kejadian setelah beliau lahir yaitu
sebagai berikut:
1. Ketika Rasullah lahir baliau sudah tidak membili
ayah.Allah menjdikan beliau yatim karena Allah ingin memndidiknya secara
langsung sehingga tidak ada orang yang beranggapan bahwa Muhammad SAW manjadiu
seorang Rasulullah karena didikan orang tuannya.
2. Ketika Rasulullah masih bayi beliau disusui oleh
haliamh Sya’diyah.Halaimah Sya’diyah yang tadinya hidup miskin dan sengsarasui
dan mengasuh Rasulullah keluarganya menjadi makmur dan tercukupi.
2.2.Sejarah Adanya Maulid Nabi Muhammad SAW
Maulid Nabi Muhammad SAW kadang-kadang
Maulid Nabi atau Maulud saja
(bahasa Arab : mawlidun-nabi), adalah
peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW, yang di Indonesia perayaannya jatuh pada
setiap tanggal 12 Rabiul
Awal dalam penanggalan Hijriyah.
Kata maulid atau milad dalam bahasa Arab berarti hari lahir.
Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh
setelah Nabi Muhammad wafat. Secara subtansi, peringatan ini adalah ekspresi
kegembiraan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad.
Perayaan Maulid Nabi diperkirakan pertama kali diperkenalkan oleh
Abu Said al-Qakburi, seorang gubernur Irbil, di Irak pada masa pemerintahan
Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138-1193).
Adapula yang berpendapat bahwa idenya justru berasal
dari Sultan Salahuddin sendiri. Tujuannya adalah untuk membangkitkan kecintaan
kepada Nabi Muhammad SAW, serta meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat
itu, yang sedang terlibat dalam Perang Salib melawan pasukan Kristen Eropa
dalam upaya memperebutkan kota
Yerusalem dan sekitarnya.
Dalam catatan historis, Maulid dimulai sejak zaman kekhalifahan Fatimiyah
di bawah pimpinan keturunan dari Fatimah az-Zahrah, putri Muhammad. Perayaan
ini dilaksanakan atas usulan panglima perang, Shalahuddin al-Ayyubi (1137M-1193
M), kepada khalifah agar mengadakan peringatan hari kelahiran Muhammad.
Tujuannya adalah untuk mengembalikan semangat juang kaum muslimin dalam
perjuangan membebaskan Masjid al-Aqsha di Palestina dari cengkraman kaum
Salibis. Yang kemudian, menghasilkan efek besar berupa semangat jihad umat
Islam menggelora pada saat itu.
Secara subtansial, perayaan Maulid Nabi adalah sebagai
bentuk upaya untuk mengenal akan keteladanan Muhammad sebagai pembawa ajaran
agama Islam. Tercatat dalam sepanjang sejarah kehidupan, bahwa nabi Muhammad
adalah pemimipn besar yang sangat luar biasa dalam memberikan teladan agung
bagi umatnya.
Perayaan Maulid dibeberapa daerah
sudah menjadi tradisi, bahkan ada yang mengarah ke praktik syirik dengan
mengadakan sesajian, berkurban untuk alam, laut misalkan, pemubadziran makanan
atau harta, ikhtilath atau campur baur laki-laki dan perempuan, praktek yang
mengancam jiwa dengan berdesak-desakan atau rebutan makanan, dan lainnya yang
bertentangan dengan syari’at.Dibalik semua perayaan yang berlangsung tersebut
ada hal yang paling penting kita maknai, agar perayaan itu bukan sekedar
seremonial belaka.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (iaitu) bagi orang yang
mengharapkan (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat dan ia banyak menyebut
(Nama) Allah." (al-Ahzab: 21)
Sejarah manusia telah melahirkan banyak tokoh hebat yang telah menjadi titik
balik suatu perubahan peradaban dan tatanan masyarakat tertentu hingga kemudian
layak menjadi idola bagi masyarakat tersebut. Tokoh yang diidolakan ini
merupakan unsur vital dari identitas yang paling sejati dari seseorang. Figur
idola menjadi miniatur dari idealisme, Pengentalan dari berbagai jalan hidup
yang diyakini. Bagaimana pun, sistem keyakinan selalu mengupayakan pengidolaan.
Karena tanpa itu, keyakinan akan kehilangan kiblat.
Dalam tradisi Islam, ada budaya perayaan maulid Nabi: event yang dimanfaatkan
untuk "menghidupkan" idola lewat pembacaan kembali lembaran-lembaran
sejarah Nabi Muhammad. Dalam dunia Islam, Nabi Muhammad mestinya adalah super
idol bagi setiap generasi Islam sepanjang zaman. Sayangnya, dalam proses
gesekan budaya dan rentang waktu yang panjang, keidolaan Nabi terkadang
tereduksi menjadi tokoh non empirik.
Sebagai ritual keagamaan, tradisi maulid memang masih diperdebatkan soal
benar-tidaknya; sunnah-bid'ahnya. Perdebatan yang sebenarnya hanya pada level
kulit; bentuk dan cara, bukan pada esensi "spiritualitas sejarah" dan
"penghadiran ulang ketokohan" yang diupayakan lewat tradisi tersebut.
Merayakan maulid Nabi berati berusaha menghadirkan kembali sosok ketokohan
beliau dan memperpendek rentang waktu yang ada.
Sebagai sebuah seremonial, peringatan Maulid Nabi memang baru dilakukan pada
pertengahan Abad ke-6 Hijriah. Tradisi ini dimulai di Mosul
oleh Syaikh Umar bin Muhammad al-Mala, kemudian dikembangkan oleh Muzhaffar
al-Din bin Zaynuddin (549-630), penguasa Irbil.
Tapi, esensi maulid sebagai penghadiran tokoh sejarah secara praktis sudah
sangat mengakar sejak generasi pertama umat Islam. Para
sahabat adalah orang-orang yang paling "gemar" menghadirkan sejarah
Rasulullah dalam ruang kehidupan mereka, mulai dari urusan rumah tangga sampai
masalah politik dan militer.
Kehadiran sejarah Rasulullah menjadi inspirasi paling sempurna bagi seorang
muslim dalam menjalani apapun dalam realitas hidupnya. Shalah al-Din al-Ayyubi,
panglima agung muslimin dan teman perjuangan Muzhaffar dalam Perang Salib,
menggunakan tradisi pembacaan sejarah Nabi sebagai strategi untuk menggedor
motivasi pasukannya. Ada
sisi-sisi sejarah Nabi yang memberikan gambaran sempurna sebuah jiwa heroik dan
ksatria. Maka, al-Ayyubi meletakkan Rasulullah sebagai idola militer tentara
melalui tradisi pembacaan sejarahnya.
Upaya al-Ayyubi membangkitkan heroisme muslimin vis a vis Pasukan Salib dalam
bentuknya paling suspens. Dan, itu mutlak diperlukan sebagai urat nadi dari
sebuah perlawanan dan perjuangan.
Al-Ayyubi memenangkan Perang Salib, mengusir mereka dari Al-Quds dan
daerah-daerah muslimin yang lain--mungkin salah satunya berkat pengidolaan sejarah
dan motivasi historik yang terus ditanamkan dalam ruang pikiran, jiwa dan
pandangan hidup mereka.
Sejarah dibaca memang untuk melahirkan tokoh di masa lampau. Ini menjadi salah
satu filosofi dari displin sejarah itu sendiri. Dalam tradisi maulid kita, hal
itu sangat kental. Bahkan, tidak hanya melahirkan tapi juga menyegarkan kembali
bahwa hanya ada satu tokoh kunci dan super idol dalam keyakinan kita, yakni
Nabi Muhammad saw.
Menciptakan idola dari tokoh sejarah adalah hal yang cukup sulit. Tokoh sejarah
hanya digambarkan dalam bentuk cerita-cerita, tidak bersentuhan secara empirik
dengan realitas yang sedang kita alami. Gambaran dalam sejarah tidak sekongkrit
ketika seseorang secara langsung bertemu atau merasakan sendiri bagaimana sepak
terjang tokoh itu. Diperlukan penciptaan momen yang tepat agar sejarahnya
hadir, menyentuh dan meninggalkan pengaruh semi-empirik terhadap seseorang.
Di sinilah, peringatan sejarah secara serentak seperti Maulid Nabi menemukan
urgensitasnya yang paling esensial. Seseorang lebih mudah mencintai ayah, ibu,
saudara atau temannya daripada mencintai Rasulullah, karena ada interaksi
langsung dengan mereka. Lebih mudah mengidolakan tokoh yang berada di
sekeliling kita daripada mengidolakan tokoh sejarah seperti Rasulullah saw.
Kita bisa bersentuhan langsung dengan kiprah dan kepribadian orang-orang yang
berada di sekeliling kita. Mereka lebih mudah mengisi ruang pikiran dalam hidup
kita daripada tokoh sejarah.
Sulitnya menghadirkan tokoh sejarah di detak dada, diakui oleh Rasulullah
sendiri. Beliau memberikan posisi istimewa untuk orang-orang yang mempercayai
beliau padahal mereka tidak pernah melihat beliau. "Mereka
saudara-saudaraku," sabda beliau dalam sebuah hadits. Untuk para shahabat
di sekelilingnya, Rasulullah tidak menyebut mereka "saudara", tapi
"teman".
Keyakinan terhadap tokoh sejarah menjadi salah satu bagian paling inti dari
agama. Dalam al-Durr al-Mantsur, al-Suyuthi menyebutnya sebagai keimanan
terhadap al-ghayb dalam arti tidak hadir dalam realitas hidup. Kepercayaan
terhadap al-ghayb ini merupakan point pokok dari religiusitas seseorang.
2.3.Hikmah
Maulid Nabi Muhammad SAW
Dalam konteks ini, Maulid harus diartikulasikan sebagai salah satu upaya
transformasi diri atas kesalehan umat. Yakni, sebagai semangat baru untuk
membangun nilai-nilai profetik agar tercipta masyarakat madani (Civil Society)
yang merupakan bagian dari demokrasi seperti toleransi, transparansi, anti
kekerasan, kesetaraan gender, cinta lingkungan, pluralisme, keadilan sosial,
ruang bebas partisipasi, dan humanisme.
Dalam tatanan sejarah sosio antropologis Islam, Muhammad dapat dilihat
dan dipahami dalam dua dimensi sosial yang berbeda dan saling melengkapi.
Pertama, dalam perspektif teologis-religius, Muhammad dilihat dan
dipahami sebagai sosok nabi sekaligus rasul terakhir dalam tatanan konsep
keislaman. Hal ini memposisikan Muhammad sebagai sosok manusia sakral yang
merupakan wakil Tuhan di dunia yang bertugas membawa, menyampaikan, serta
mengaplikasikan segala bentuk pesan “suci” Tuhan kepada umat manusia secara
universal.
Kedua, dalam perspektif sosial-politik, Muhammad dilihat dan dipahami
sebagai sosok politikus andal. Sosok individu Muhammad yang identik dengan
sosok pemimpin yang adil, egaliter, toleran, humanis, serta non-diskriminatif
dan hegemonik, yang kemudian mampu membawa tatanan masyarakat sosial Arab kala
itu menuju suatu tatanan masyarakat sosial yang sejahtera dan tentram.
Tentu, sudah saatnya bagi kita untuk mulai memahami dan memperingati
Maulid secara lebih mendalam dan fundamental, sehingga kita tidak hanya
memahami dan memperingatinya sebatas sebagai hari kelahiran sosok nabi dan
rasul terakhir yang sarat dengan serangkaian ritual-ritual sakralistik-simbolik
keislaman semata, namun menjadikannya sebagai kelahiran sosok pemimpin.
Karena bukan menjadi rahasia lagi bila kita sedang membutuhkan sosok
pemimpin bangsa yang mampu merekonstruksikan suatu citra kepemimpinan dan
masyarakat sosial yang ideal, egaliter, toleran, humanis dan nondiskriminatif,
sebagaimana dilakukan Muhammad untuk seluruh umat manusia.
Kontekstualisasi peringatan Maulid tidak lagi dipahami
dari perspektif keislaman saja, melainkan harus dipahami dari berbagai
perspektif yang menyangkut segala persoalan. Misal, politik, budaya, ekonomi,
maupun agama.
Memperingati kelahiran nabi sudah menjadi keharusan
bagi kita sebagai rasa tasyakkurkepada jasanya yang tiada tara. Dan mencintai Nabi sepenuh hati adalah suatu hal
yang niscaya. Perjuangan tulus serta kesabaran beliau dalam mengangkat harkat
dan martabat manusia dan rengkuh jahiliyah menjadi perasasti suci yang tidak
boleh kita lupakan. Beliau adalah sosok yang sakral dari dosa, sang pujaan,
kekasih dan embun yang diutus ditengah gersangnya kehidupan dan ditenggah carut
marut terporak porandanya poralitas manusia.
Maulid nabi muhammad SAW atau molodan sudah menjadi
tradisi yang dirayakan oleh umat islam dengan penuh gegap gempita. Dan
simbolisasi yang paling melekat dimasyarakat lazim dipenuhi dengan aneka
buah-buahan sebagai pengejahantahan rasa syukur atas kehadiran beliau
ketengah-ketengah umat manusia dalam menyelamatkan mereka dari peradaban
jahiliyah menuju peradaban ilmiyah dan dengan suasana penuh kedamaian,
persamaan dan persaudaraan dengan pancaran agama islam.
Idealnya, rasulullah telah mampu mengembalikan
kesejatian hidup pada realitas yang sesungguhnya dengan menjadikan umat manusia
berakhlak mulia, hal ini sesuai dengan sabdanya, sesunguhnya aku diutus
tiada lain hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia ( H.R. Muslim )
sebenarnya dibalik perayaan itu menyimpan pesan teologis sebagai berkah
dan hidayahtoh walaupun perayaan tersebut bersifat cerimonial.
Sebab disadari atau tidak persoalan kemiskinan tindak anarkis penguasa dan
carut marut moralitas manusia akan lenyap dengan sendirinya jika lantunan
shalawatun nabi menjadi pijakan dasar dan tidak sekedar dibaca di Langgar,
Musolla dan di Masjid akan tetapi dengan bacaan diba’an diharapkan
mampu membaca ulang sejarah perjuangan dan kehidupan beliau dalam menjalani
kehidupan yang senantiasa berjuang demi kemaslahatan umat.
Sekali lagi memuliakan kelahiran na
bi tidak cukup dengan memperbanyak puji-pujian seperti
apa yang terjadi dimasyarakat sekarang namun yang sangat urgen juga kita harus
bisa menjadikan bulan maulid nabi ini sebagai moment strategis untuk
introspeksi diri dan hijrah dari yang tidak baik menuju hal-hal yang
diridhai-Nya tentunya dengan meneladani segala sifatnya, shiddiq, amanah,
tabligh, fathanah demikian juga sabar dan ikhlas dalam beramal. Karena
kesuksesan nabi dalam memperjuangkan agama Allah bukan karena ketampanan dan
kekayaan yang beliau miliki kecuali karena sifat itu selalu menjadi pijakan
dalam hidupnya.
Makna Maulid Nabi yang dalam dunia kita terus diperingati setiap tanggal
kelahiran beliau bukan lagi sebuah kesemarakan seremonial, tapi sebuah momen
spiritual untuk mentahbiskan beliau sebagai figur tunggal yang mengisi pikiran,
hati dan pandangan hidup kita.
Dalam maulid kita tidak sedang membikin sebuah upacara, tapi perenungan dan
pengisian batin agar tokoh sejarah tidak menjadi fiktif dalam diri kita, tapi
betul-betul secara kongkrit tertanam, mengakar, menggerakkan detak-detak
jantung dan aliran darah ini.
Maka seperti al-Ayyubi yang menghadirkan Nabi Muhammad di medan perang kita mesti menghadirkan beliau
dalam ruang hidup yang lain. Tidak hanya dalam bentuk cerita-cerita yang
mengagumkan, tapi juga semangat keteladanan dalam menjalani realitas hidup ini.
BAB III
PENUTUP
1.3 Simpulan
Berdasarkan pendahuluan dan pembahasan maka simpulan
dari pendahuluan dan pembahasan makalh ini adalah banyak cara untuk
memperingati hari kelahiran Rasulullah,peringtan ini tidak hanya semata-mata
untuk fomalitas saja namun kita harus tahu apa makna sebenarnya diadakannya
peringatan tersebut.Hikmah yang dapat diambil dari peringatan Maulid Nabi
tersebut adalah kita dapat meningkatkan rasa cinta kita kepada Rasulullah
karena kita telah mengenalnya lebih dalam dari sebelumnya,mengenang jasa-jasa
dari Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan agama Islam sebagai agama Allah,dan kita
dapat meneladani sikap Rasulullah dalam menyebarkan Islam yaitu sabar,tidak
pilih kasih,adil,seta selalu setia kepada Allah SWT.
Daftar Pustaka